Gerakan Transformasi Ki Hadjar Dewantara Dalam
Perkembangan Pendidikan Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan
Ki Hadjar
Dewantara memiliki tekad pada generasi muda untuk memperluas kecintaan mereka
terhadap pendidikan. Menurutnya, upaya mendidik generasi muda merupakan syarat
utama untuk membebaskan diri dari cengkeraman penjajah. Pendidikan berdasarkan
budaya bangsa dapat menghindari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa
penjajahan tidak mendidik masyarakat, tetapi mengajarkan masyarakat untuk
bergantung pada nasib dan bersikap pasif. Keinginan untuk merdeka harus dimulai
dengan persiapan penduduk bumi yang merdeka, mandiri, dan pekerja keras. Agar
generasi muda siap suatu saat menjadi negara merdeka, sadar akan kemerdekaan,
sehingga kemerdekaan adalah untuk orang-orang yang terpelajar dan berjiwa
mandiri (Marihandono, 2017 dalam Zuriatin et al, 2021). 
Bagi Ki Hadjar
Dewantara pendidikan memberikan dorongan bagi perkembangan anak didik,
khususnya pendidikan mengajarkan untuk membawa perubahan dan dapat bermanfaat
bagi masyarakat. Dalam hal ini, peserta didik diharapkan mampu membagikan
manfaat bagi lingkungan keluarga, tempat tinggal atau masyarakat luas.
Selanjutnya, pendidikan juga diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri,
dan mengembangkan potensi dalam diri karena pendidikan selama ini hanya
dipandang sebagai sarana untuk mengembangkan bagian kecerdasan, namun tidak
diimbangi dengan kecerdasan dalam perilaku atau keterampilan (Zuriatin et al,
2021)
Disamping itu,
hadirnya karakter diharapkan dapat terbentuk untuk menjadi manusia yang utuh
melalui Pendidikan. Dalam artian lain, karakter memiliki istilah sederhana
untuk menandai karakter, dan kata karakter berasal dari bahasa Inggris character,
yang berarti watak. Ki Hadjar Dewantara telah menempuh perjalanan jauh dalam
berpikir dalam hal pendidikan budi pekerti, dan mengasah kecerdasan sangat baik
karena dapat membangun akhlak yang baik dan kuat, sehingga akhlak
(personlijkhheid) dan budi pekerti (jiwa berdasarkan hukum mistik) dapat
ditunjukkan (Zuriatin et al, 2021)
Untuk
merealisasikan gagasan itu Ki Hadjar
Dewantara membuat wadah
yang waktu itu disebut “Nationaal Onderwijs Taman Siswa” pada tanggal 3 Juli
1922, sebuah gagasan yang sudah mencakup seluruh bangsa Indonesia (nation
wide). Sekolah ini menjadi tempat untuk belajar yang pertama di Jogjakarta, sekolah ini telah di ubah Namanya
menjadi “Perguruan Kebangsaan Taman Siswa” sekolah ini awalnya di khususkan
hanya untuk taman anak dan kursus guru (Marihandono, 2017)
Berdasarkan (Marihandono,
2017) Usaha-usaha   yang   di  
lakukan   oleh   Ki  
Hadjar   Dewantara   dalam  
menghantarkan  cita-cita pendidikannya  yaitu 
dengan  membangun  Perguruan Kebangsaan “Taman Siswa” pada tanggal
3 Juli 1922  di  Jogyakarta tidak berhenti di situ saja. Pada  sekolah-sekolah  Taman 
Siswa  diadakan  Pembagian-Pembagian  Sebagai Berikut:
1).Taman 
Indriya  (Taman  Kanak-Kanak 
Taman  Siswa)  anak-anak 
yang  berusia 5-6 Tahun.  
2).Taman Anak (kelas I-III) anak-anak berusia 6-7 hingga
anak berusia 9-10.
3).Taman Muda (IV-VI)  bagi 
anak-anak  yang  berumur 
10-11 hingga –12-13  tahun.  
4).Taman 
Dewasa  (SMP).  
5). Taman Madya (SMA). 
6). Taman Guru
            Menurut
Ki Hadjar Dewantara, system pendidikan Taman Siswa selalu mengutamakan semboyang-semboyang
dan  perlambangan  dalam 
pengajaran  serta pendidikan yang
akhirnya membentuk konsep pendidikan ideal. Hal ini dianggap penting untuk menguasai perkembangan kepribadian
anak, tidak hanya pemikirannya tetapi juga perasaannya. Selain itu agar peserta didik  dapat 
mudah  mengingat Semboyan-semboyan
dan perlambangan akhirnya di 
tuangkan  dalam  bentuk 
sastra  dan  juga 
lukisan  maupun  wujud keesenian  lainnya. 
Berdasarkan buku Ki hadjar dewantara di tahun 2017,
semboyan  dan  perlambangan tersebut  diantaranya 
:  1).Lawan  Sastra 
Ngesti  Mulia, semboyan Taman Siswa inilah yang pertama
kali menjelaskan tujuan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922 yang berarti
kecerdasan jiwa menuju kemakmuran. 2).  Suci  Tata 
Ngesti  Tunggal, menjelaskan terbentuknya Persatuan Taman
Siswa pada tahun 1923 yang artinya: berjuang menuju kesempurnaan dengan hati
yang suci. Bisa juga diartikan; Kemurnian dan ketertiban mengarah pada kesatuan. 3).Tut Wuri 
Handayani, Artinya; mengikuti 
di  belakang  sambil 
menebar  pengaruh atau dampak baik.  Maksudnya, 
jangan  menarik-narik nanak  dari depan biarkanlah mereka mencari jalan
sendiri. Pamong atau guru boleh turun tangan apabila anak-anak salah jalan. Kemajuan nyata hanya dapat dicapai
melalui perkembangan alami. Tidak perlu menggunakan perintah, paksaan atau
hukuman. 4). Kita Berhamba kepada Sang  Anak, Maksudnya:  pendidikan dengan  ikhlas 
dan  tidak  terikat 
oleh  apapun  juga  tidak
untuk kepentingan muridnya.  Jadi bukan
murid untuk guru tetapi sebaliknya. 5). Rawe-rawe rantas, malang-malang putung,
Segalanya  yang  menghalangi 
akan  hancur.  Semboya ini 
dipakai  untuk  memperteguh kemauan dan akhirnya beliau
berhasil menghantarkan cita-citanya.
Daftar Pustaka
Marihandono,    Djoko.   
(2017).    Rawe-Rawe    Rantas   
Malang-Malang    Putung:    Jejak   
 
Soewardi Soerjaningrat  Hingga 
Pembuangan.  Jakarta:  Makalah 
Seminar  “Perjuangan Ki  Hadjar Dewantara dari Politik ke Pendidikan.
Zuriatin, Nurhasanah, Nurlaila. (2021). Pandangan  Dan 
Perjuangan  Ki  Hadjar 
Dewantara  
Dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan IPS Vol. 11, No. 1 2021 h.47-55

Comments
Post a Comment